Selasa, 12 Februari 2013

SD DI INGGRIS VS SD DI INDONESIA

Intan Eka Wulandari
Mahasiswa Pascasarjana UPI, Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang

Membaca artikel yang ditulis oleh A Chaedar Alwasilah, seorang Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) tentang SD di Inggris, membuka pikiran saya tentang bagaimana jauh berbedanya kondisi SD di Inggris dan SD di Indonesia. Dalam artikel yang dimuat dalam harian Pikiran Rakyat pada hari Selasa 16 Oktober 2012 tersebut beliau mengungkapkan bahwa sistem pengajaran yang dilakukan di tingkat sekolah dasar di Inggris sangat jauh berbeda dengan sistem pengajaran di Indonesia.

Murid sekolah dasar di Inggris tidak menggunakan buku teks dalam pembelajaran. Mereka hanya diberikan PR dalam 2-3 halaman untuk dikerjakan dengan bantuan orangtua. Tidak pernah ada PR yang dikerjakan di buku teks. Mereka mencari wawasan dan informasi sebebas-bebasnya sesuai dengan minat dan bakat mereka masing-masing melalui pusparagam buku yang disediakan di perpustakaan sekolah berupa buku sastra anak, biografi para tokoh dunia, cerita petualangan, kamus bergambar, ensiklopedia, dan sebagainya. Murid ditugasi membaca sebanyak mungkin sesuai dengan minatnya kemudian melaporkannya dalam bentuk tulisan, atau melaporkannya secara lisan di dalam kelas. Di dinding dan meja murid di setiap kelas terpajang buku-buku bacaan, portofolio, hasil penelitian murid yang dipamerkan sebagai bukti kerja mereka.

Untuk melatih motorik, harmoni, gerak, dan kreativitas nada, terdapat mata pelajaran menari dan musik yang diselenggarakan lintas kelas pada jam tertentu di aula besar yang dapat menampung 200-500 orang. Mata pelajaran yang termasuk dalam foundation curiculum ini dibimbing oleh seorang guru tari profesional.

Melihat fakta-fakta di atas, secara otomatis saya langsung membandingkan dengan kondisi sekolah dasar di Indonesia. Seorang guru SD di Indonesia rata-rata menjadi guru untuk seluruh mata pelajaran yang diajarkan di SD, sehingga tidak terfokus pada satu mata pelajaran saja. Selain itu, banyaknya jumlah murid di dalam kelas, yang bahkan mencapai 50 orang lebih di dalam satu kelas, menyebabkan guru terkadang tidak efektif dalam menyampaikan pelajaran. Kondisi ini juga menyebabkan guru tidak dapat mengontrol seluruh siswanya dengan maksimal, sehingga tidak jarang murid-murid gaduh, bahkan berkelahi di dalam kelas. Selain itu pula, kondisi kelas-kelas SD di Indonesia tidak layak. Dinding kelas yang retak-retak, atap bocor, tidak memiliki pintu ataupun jendela, bahkan terdapat kelas yang hanya berdinding bilik atau kayu dan beratap seng.

Melihat kondisi kelas di Indonesia yang seperti itu, rasanya begitu jauh bila dibandingkan dengan SD di Inggris. Dengan fasilitas pendidikan yang masih serba terbatas di sekolah-sekolah di Indonesia, rasanya sulit untuk menyamai kualitas SD-SD di Inggris. Saat ini memang sudah banyak sekolah-sekolah di kota besar yang sudah dilengkapi dengan fasilitas lengkap. Para siswa dapat mengakses informasi seluas-luasnya melalui fasilitas yang disediakan. Namun kenyataannya, di pelosok-pelosok negeri, masih banyak sekolah yang kondisinya tidak layak. Padahal banyak anak-anak Indonesia di pelosok yang masih haus pendidikan tetapi tidak bisa mendapatkan pendidikan yang layak karena kurangnya fasilitas.

Saya teringat sebuah percakapan singkat dengan seorang kerabat yang tinggal di daerah pedesaan beberapa bulan yang lalu. Saya menceritakan tentang bagaimana hebat dan majunya sekolah di kota, yang lengkap dengan fasilitas komputer dan internet, pengajaran dengan menggunakan bahasa Inggris, dan berbagai keunggulan lainnya. Beliau hanya mendengarkan saya dengan takjub, lalu sebaris komentar singkatnya membuat saya tertegun, “Ah, sekolah seperti itu kan hanya untuk orang kaya saja. Bagi kami yang tinggal di kampung, bisa sekolah saja sudah untung,” komentarnya dalam bahasa Sunda, sambil tersenyum-senyum. Saya jadi tidak bisa berkata-kata lagi, miris. Saya berpikir bahwa ternyata pendidikan di negara ini masih dianggap sebagai sesuatu yang mahal, padahal semua orang berhak mendapatkan pendidikan.

Buku Indonesia Mengajar

Baru-baru ini saya membaca sebuah buku yang berjudul “Indonesia Mengajar” yang diterbitkan oleh Bentang Pustaka. Buku  tersebut memuat kisah para pengajar muda yang mengajar di pelosok-pelosok negeri hingga ke pedalaman. Buku ini membuka pikiran saya bahwa ternyata memang masih banyak sekali anak-anak Indonesia yang haus akan pendidikan. Dengan segala keterbatasan mereka, dengan minimnya fasilitas belajar yang mereka miliki, mereka begitu bersemangat dalam mencari ilmu. Bahkan mungkin, semangat belajar mereka lebih besar daripada anak-anak yang tinggal di kota-kota besar dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas.

Lewat cerita-cerita para pengajar muda itu tentang anak-anak negeri yang semangat belajar dengan segala kekurangan mereka, saya sekarang meyakini satu hal, bahwa pendidikan di Indonesia dapat lebih maju, semaju pendidikan di Inggris, bahkan mungkin lebih maju. Tinggal kita mulai dari diri kita sendiri, meyakini bahwa kita dapat memajukan pendidikan di Indonesia lewat semangat anak-anak bangsa yang ingin belajar. Termasuk saya, memulai dari diri saya sendiri.


12 Februari 2012
@ Gd. Pascasarjana UPI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar