Rabu, 14 September 2011

Fan Fiction Holic :)


Akhir-akhir ini saya lagi demen banget nulis FF. Tau kan apa itu FF? As known as, Fan Fiction :)
Cerita fiksi yang main castnya adalah idol ato artis yang kita sukai. Yah, itu sih definisi dari saya yaaa. Hehehe.

Jadi di postingan saya malem-malem ini, saya pengen ngeshare FF yang saya bikin dan saya publish di facebook. Ehem, tapi bukan di facebook asli saya :p

FF saya yang ini umm, genrenya Romance. Daaan, karna sekarang saya lagi sukaaaaa banget sama Eeteuk a.k.a Leeteuk a.k.a Teukie-nya Super Junior (tendang dulu Donghae :p #mianhae oppa), jadi tokoh utamanya adalah Teukie oppa a.k.a Teukppa.
Nahh kan daripada banyak cingcong, just cekidot!! :D




Because I Miss You [One Shoot]

Cast           : Eeteuk as himself
                     Readers as me
Genre         : Romance / readers sendiri yang nentuin #wink
Length        : One Shoot
Soundtrack : Tears Are Falling, by Shin Jae


***

Aku menatap langit sore ini, menatap gumpalan awan biru yang perlahan berubah warna menjadi jingga. Pertanda matahari dan bulan akan segera bertukar tempat.
Aku mencintaimu.
Kata-kata itu terngiang lagi di telingaku. Tidakkah kau tahu kalau aku juga mencintaimu? Menyesal sekali aku tidak sempat mengatakannya sungguh-sungguh padamu. Kalau saja bukan karena keegoisanku, mungkin kau tidak akan pergi secepat ini. Aku mengehela nafas.

Kemarin di tempat ini  kau memelukku dari belakang saat aku sedang menatap senja. Ya, posisinya sama persis seperti ini. Tapi bedanya, hari ini kau sudah tidak disini untuk memelukku. Di telingaku, kau menyanyikan lagu-lagu romantis yang membuatku terbuai, membuatku semakin ingin memelukmu dan tidak ingin melepasmu. Pelukanmu mengalirkan kehangatan, yang ingin aku simpan selamanya. Berkali-kali kau mengatakan kalau kau mencintaiku, dan aku tak pernah merasa bosan mendengarnya. Ah, sayangnya pagi terlalu cepat datang. Aku terbangun dan langsung menangis karena tahu itu hanya mimpi.

Aku merindukanmu, kau tahu.

Rasanya jantungku hampir meledak setiap kali aku mendengar namamu. Tak cukup rasanya hanya memandangi fotomu dalam bingkai. Aku rindu melihatmu muncul di bawah jendela kamarku. Melambaikan tanganmu dengan senyum favoritku. Senyum yang selalu berhasil menghilangkan semua gelisahku dalam situasi sesulit apapun. Aku rindu dirimu yang selalu menyelipkan coklat di saku bajumu dan menyuapkannya padaku meski aku berusaha mati-matian menolaknya. Katamu coklat baik untuk menambah staminaku, kataku coklat bisa membuatku gendut. Ah, aku rindu pertengkaran kecil itu.

Sebenarnya kau dimana sekarang?
Apa kau bahagia?

Awas saja kau, kalau kau berani muncul lagi di pintu pagar rumahku, aku akan langsung berlari memelukmu, lalu mengikatmu di dalam kamarku supaya kau tidak pergi lagi dari sisiku. Masih ada yang belum aku sampaikan padamu, tahu.
Aku belum pernah benar setiap kali menyampaikan perasaanku. Aku ingin menatap matamu, memegang tanganmu, dan mengatakan kalau aku benar-benar mencintaimu.

Kembalilah, ya.

Tolong jangan buat aku menunggu terlalu lama.

***

“Aku suka matamu, aku suka bulu matamu, aku suka hidungmu, aku suka bibirmu, aku suka dagumu,” ujar Teukie oppa. Saat mengatakannya, ia menyentuhkan jari telunjuknya pada bagian yang ia sebutkan.
Aku tersenyum. “Apa oppa begitu menyukaiku?” tanyaku manja.
Ia tersenyum kemudian mengangguk. “Ya, aku menyukai semua hal tentangmu. SEMUANYA. Tanpa terkecuali,” jawabnya. Ia menyentuhkan hidungnya ke hidungku. “Aku mencintaimu,”

Mataku berbinar. Aku selalu terpesona setiap kali Teukie oppa mengatakan kalau ia mencintaiku. Saat itu kami berdua sedang berbaring di atas rumput di taman dekat danau Cheonji. Angin musim gugur berhembus perlahan saat oppa menatapku lembut.
“Apa oppa tidak menanyakan apa aku juga mencintai oppa?” tanyaku.
“Apa itu perlu?” Teukie oppa balik bertanya. “Berada seperti ini denganmu saja sudah cukup bagiku,”
Jeongmal?”
Ia mengangguk. “Tanpa kau katakan pun, aku sudah tahu kalau kau juga mencintaiku.” Ia tertawa geli.
Mwo? Percaya diri sekali kau.” Aku memukul dadanya, tapi ia malah memelukku. “Saranghae yo,” bisiknya. “Aku tidak peduli apapun yang kau rasakan padaku. Yang aku tahu pasti adalah perasaanku padamu. Perasaan ini, milikku yang paling berharga.”
Aku membalas pelukan Teukie oppa. Saranghae yo, oppa, bisikku dalam hati.

***

Musim dingin ini ulang tahun Teukie oppa. Aku tidak tahu harus memberi Teukie oppa hadiah apa, sementara aku sama sekali tidak mempunyai cukup tabungan untuk membelikan oppa hadiah yang bagus. Aku sudah pernah memberinya sebuah syal tahun lalu. Tahun ini aku tidak mungkin memberinya hadiah yang sama, kan?

Untung saja seorang chingu menyelamatkanku. Ia menawariku kerja paruh waktu di sebuah minimarket 24 jam. Tentu saja aku langsung menerimanya, meski dengan konsekuensi harus begadang setiap malam karena aku mendapat shift malam hingga kontrak bulananku habis. Tapi tidak apa-apa, hanya dengan cara ini aku bisa mengumpulkan tabungan. Aku menyembunyikannya dari Teukie oppa. Selalu mencari-cari alasan bila ia mengajakku kencan hingga larut malam.

Berkali-kali Teukppa menanyakan padaku mengapa aku selalu mengantuk setiap pagi atau siang hari ketika aku menemuinya. Aku hanya menjawab bahwa aku mengerjakan tugas kuliahku hingga pagi setiap hari. Dan berpura-pura mengutuk dosenku yang memberiku tugas menggunung. Teukppa percaya saja, meski aku masih dapat melihat kalau ia meragukan alasanku. Ah, akhirnya tabunganku cukup untuk membeli jam tangan yang Teukppa inginkan. Aku menenteng kotak jam tangan itu dengan riang saat keluar dari toko jam.

“Sweetheart? Gwenchana? Kau nampak pucat belakangan ini,” tanya Teukie oppa suatu hari. Ia berusaha memegang dahiku tapi aku menepisnya. Kalau ia sampai menyentuh dahiku dan mengetahui kalau aku demam, pasti ia akan khawatir. Aku tidak ingin rencanaku sampai terbongkar.

Gwenchana. Mungkin aku terlalu kelelahan karena mengerjakan tugas kuliahku,”
Teukie oppa mengerutkan dahinya. “Tapi kau tidak tampak baik-baik saja, sweetie. Biarkan aku memeriksamu ya?”
Aku menggeleng. “Gwenchana, oppa. Apa kau tidak tahu aku adalah gadis yang kuat?” aku tersenyum dipaksakan. Ya, oppa. Aku memang tidak baik-baik saja. Tapi ini demi dirimu. Kau tunggu saja, ya. Aku akan memberikan kejutan untukmu.

Malam itu adalah puncak musim dingin.  Kondisiku semakin parah, tapi aku harus masuk kerja. Entah sudah berapa ratus kali aku bersin, kepalaku pening sekali sampai rasanya kepalaku berputar-putar, dan aku merasa tubuhku menggigil.

Seorang pelanggan masuk ke tokoku malam itu. Aku membungkukkan badan dengan tenagaku yang masih tersisa, kemudian menyapanya, “Selamat datang,”
“Ternyata benar kau disini,”
Aku mengangkat kepalaku. Hampir saja aku terjatuh karena terkejut saat melihat Teukie oppa berdiri di depan counter kassa toko. “Oppa!”
“Jadi ini yang membuatmu selalu mengantuk di siang hari, selalu menghindar setiap kuajak kau meneropong bintang, dan yang membuatmu sakit beberapa hari belakangan ini?!” teriak Teukie oppa.
“Oppa, a.. aku..”
Teukie oppa berjalan mengelilingi counter dan menghampiri tempatku berdiri. “Ayo kita pulang.” Teukie oppa menarik tanganku dan menyeretku menjauhi counter.
“Ta, tapi oppa.. aku tidak mungkin meninggalkan toko begitu saja. Aku harus bekerja,”
“Berikan aku nomor telepon manajermu,”
“Oppa...”
“Cepat!”
Aku terkejut mendengarnya berteriak seperti itu. Aku belum pernah melihatnya semarah ini sebelumnya. Aku segera mengeluarkan ponselku dan mencari nomor telepon managerku kemudian menyerahkannya pada Teukppa.

Tanpa banyak bicara lagi, Teukppa langsung menelepon managerku dan mengatakan padanya bahwa aku sakit dan harus segera pulang sekarang juga. Kudengar managerku marah-marah di telepon, tapi Teukppa terus memaksa hingga akhirnya beberapa menit kemudian seorang temanku datang untuk menggantikanku. Kulihat temanku itu nampak kesal karena terpaksa harus menggantikanku. Aku berkali-kali membungkuk dan meminta maaf padanya.

Teukppa membawaku ke rumahnya malam itu, karena rumahnya yang terdekat dari toko tempatku bekerja, sementara aku sudah hampir pingsan di jalan. Sesampainya di rumah, ia langsung membaringkanku di tempat tidurnya, menyelimutiku, kemudian mengompres dahiku.
“Tidurlah,” katanya sambil mengusap lembut punggung tanganku.
Ia sama sekali tidak menanyakan apa-apa lagi padaku, meski tampaknya ia sangat marah dan ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Kulihat sejak pulang dari toko tadi dahinya terus menerus berkerut, menahan amarahnya. Tapi ia diam saja, malah merawatku dan menjagaku sepanjang malam di samping tempat tidur. Dan tangannya terus menggenggam tanganku hingga pagi.

Pagi harinya ketika aku membuka mata, aku melihat Teukppa tertidur di samping tempat tidurku. Wajahnya yang tersorot sinar matahari pagi itu seperti malaikat. Ya, ia memang malaikatku. Aku benar-benar mencintainya, tidak ingin ia pergi dari sisiku. Aku menyingkapkan rambutnya yang menutupi dahinya, kemudian perlahan-lahan bangkit dari tidurku dan mencium keningnya.
Teukppa membuka matanya saat aku menciumnya. Membuatku sedikit terkejut.
“Oppa..”
“Kau sudah bangun?” tanya Teukppa. Ia duduk kemudian memegang dahiku. “Apa kau sudah merasa baikan?”
Aku mengangguk. “Gomawo, oppa,”
“Kau tunggu sebentar, ya. Aku akan membuatkanmu bubur.” Teukppa bangkit dari duduknya, tapi aku langsung menarik tangannya.
Chakkaman, oppa.”
“Ada apa lagi? Aku ak..”
“Pssst...” Aku meletakkan jariku di bibirnya. Lalu aku mencium pipinya. “Saengil chukkae, oppa.”
Teukppa menatapku tak percaya. “Apa hari ini hari ulang tahunku?” ia bertanya. Manis sekali.
Aku mengangguk-anggukkan kepalaku. “Aku tahu kau pasti lupa.” Aku tersenyum geli.
Ia tersenyum. “Gomawo. Karena selalu mengingat hari ulang tahunku, padahal aku sendiri tidak pernah mengingatnya,”
“Aku punya hadiah untuk oppa,” kataku antusias.
Teukppa mengerutkan dahinya.
“Dimana kau menyimpan tasku, oppa?” tanyaku.
Teukppa bangkit dan kembali dengan membawa tasku.
Aku mengeluarkan kotak hitam dengan pita merah di atasnya, kemudian menyodorkannya pada Teukppa. “Cang cangg~~! Ini hadiahmu, oppa.”
“Oh, Tuhan. Jangan bilang kau bekerja paruh waktu hanya untuk membelikanku ini,”
Aku mengangguk ketakutan. Takut Teukppa akan memarahiku. “Mian. Apa oppa marah?”
“Aku benar-benar tidak akan memaafkanmu kali ini,”
“Oppa! Kumohon jangan marah padaku.” Aku menarik-narik ujung bajunya.
“Aku akan memaafkanmu asal kau berjanji satu hal,”
“Apa?” tanyaku.
“Kau harus berhenti bekerja saat ini juga. Dan berjanji tidak akan melakukan hal bodoh seperti ini lagi,”
“Apa membelikan hadiah untukmu kau bilang hal bodoh? Aku sungguh-sungguh ingin memberikanmu sesuatu, oppa!”
“Dengar, aku tidak butuh apapun darimu. Aku tidak mengharapkan hadiah apapun darimu. Yang kubutuhkan hanya dirimu, araseo?”
Aku menundukkan kepalaku. Merasa serba salah.
Mianhae. Seharusnya aku tidak marah padamu.” Teukppa mengangkat daguku. “Aku hanya tidak ingin kau berkorban sampai seperti ini hanya karena aku,”
“Lalu hadiahnya..” aku menatap kotak di tanganku dengan sedih. Kalau sudah begini sepertinya Teukppa tidak mau menerima hadiah ini.
“Karena kau sudah membelikannya untukku, maka aku harus menerimanya, kan?” Ia mengambil kotak itu dari tanganku.
Aku tersenyum cerah. “Gomawo oppa!” Aku merangkul lehernya. “Saengil Chukkae!!”
Teukie oppa melepaskan pelukanku. “Aku yang seharusnya berterima kasih,” ujarnya sambil mencium bibirku sekilas.
Aku menutup bibirku. “Oppa, nanti kau bisa tertular,”
“Aku tidak peduli.” Teukppa menarik tangan yang menutup bibirku, kemudian kembali menciumku lama. Lembut dan hangat.

***

Oppa, seandainya kau tahu, saat itu aku sangat berterima kasih pada Tuhan, karena telah mengirimkan malaikat kecilnya untuk menjagaku, melindungiku, dan mencintaiku. Andai waktu itu masih ada Oppa, aku akan mengatakan padamu beribu-ribu kali bahwa aku mencintaimu. Sampai kau akan bosan mendengarnya.

Aku mencintaimu.
Aku mencintaimu.
Aku mencintaimu.
Aku mencintaimu.
Aku mencintaimu.
Aku mencintaimu.
Aku mencintaimu.
Aku mencintaimu.
Aku mencintaimu.
Aku mencintaimu.

Apa kau mendengarku, oppa? Aku mengatakan bahwa aku mencintaimu. Bukankah kau bilang kalau aku mengatakannya maka kau akan segera datang lalu memelukku? Kenapa sampai sekarang kau belum juga muncul? Bukankah kau tidak pernah berbohong padaku, oppa?
Ah ya, aku tahu. Kau kan malaikat, oppa. Dan kau ini malaikat yang pelupa. Pasti saat ini kau sedang mengambil sayapmu yang tertinggal di surga, ya? Cepat kembali ya, oppa. Aku menunggumu.

Aku meletakkan seikat bunga lili putih di atas nisannya, kemudian berjalan pelan pulang.

Jangan lupa untuk pulang ya, oppa. Karena aku menunggu. Kau paling tidak suka membuatku menunggu, kan?

*FIN*

 Tears are falling again
Filled in my heart with you
It becomes painful tears 

Tears are falling
Because I love you
But, even you are by my side like this
There's the words I couldn't say

I love you


Note:
Oppa               : panggilan pada kakak laki-laki
Jeongmal          : sungguh
Mwo?!             : apa?!
Saranghaeyo     : aku mencintaimu
Chingu              : teman / sahabat
Gwenchana       : baik-baik saja
Gomawo           : terima kasih
Chakkaman       : tunggu sebentar
Saengil chukkae : selamat ulang tahun
Mianhae             : maaf


So, how's the FF?
Hihihi. I hope you'll enjoy it. Jangan lupa download lagunya juga yaa.
Tears Are Falling by Shin Jae (49 Days Ost.)
Lagunya bisa di download disini

Adios! :)

Suka Suka (16 Juli 2011)

Sekarang mari berbicara tentang apa yang saya sukai. Hmm, banyak sekali sebenernya. Saya suka nyanyi, gambar, baca, bikin kerajinan tangan, de el el dan yang pasti suka tidur juga :p (yang terakhir gak usah dimasukin itungan deh hihi). Semua kesukaan saya itu rata-rata saya sukai karna awalnya saya melihat orang melakukannya.
Misalnya, ngeliat orang nyanyi dengan suara yang keren, saya ingin seperti mereka, punya suara yang bagus dan menyanyi di panggung mereka sendiri. Maka sejak saat itu saya menyukai bernyanyi.

Terus, saya ngeliat orang ngegambar, ato ngelukis, ato bikin komik, ato bikin karikatur.. saya begitu terpesonanya melihat hasil karya mereka. Maka sejak saat itu saya memutuskan untuk menggambar juga. Berusaha menggambar sebaik mereka, dan akhirnya mulai menyukai menggambar.

Di lain hari lagi saya ngeliat pertunjukkan teater, lalu saat itu saya juga ingin menjadi seorang aktris. Pemain teater yang bisa memainkan berbagai karakter dan tokoh. Membayangkan saya berada di atas panggung dan berakting seperti mereka membuat saya senang. Dan saya pun mulai menyukai dunia seni peran.

Begitu pula yang terjadi pada tari, kerajinan tangan, dan lain-lain yang (sedikitnya) saya bisa.. semua awalnya karna saya telah terlebih dulu melihat orang-orang berbakat yang mampu mengembangkan kemampuannya dengan sempurna. Sementara saya cuma setengah-setengah menjalankannya. Hehehe.
Yah, tapi setidaknya cukup baik daripada tidak melakukannya sama sekali :))

Dan kemarin, finally I did it again!! :D
Saya main drama lagi! Wuah, senang rasanya. Hehehe.
Yah, meski cuma drama dalam skup kecil dan hanya berdurasi 10menit, tapi saya cukup puas dengan hasilnya.
Seeemuanya, mulai dari penulisan skenario, rekaman, combine hasil rekaman, sutradara, kostum, sampe dekor, semua saya yang mengaturnya. Berasa jadi sutradara yang merangkap penulis naskah, wardrobe, backstage staff, sampe operator. Hehehe. Tapi saya senang sekali bisa melakukannya lagi.

Nah, inilah dia hasil karya saya yang dipentasin tanggal 15 July 2011. Drama pendek yang mengadopsi kisah Snow White and Seven Dwarfs, dilakukan di lingkungan kerja saya, dengan tema tentang masalah lembur.









SO, cekidot! (bisa dibuka gak yaa videonya :<)


NB:
Oh, my.. ini ternyata postingan lama yang membusuk di Draft dan belum sempet ke-publish >___<

Ya udah di publish sekarang gapapa kali yaaa. Hihihi.
Daann, videonya tetep aja nggak bisa diposting.
Ntar saya nyari cara deh biar videonya bisa keaplot. Huhuhu.